18 Maret 2012

(KisahNyata) Empat tahun tinggal di Rumah hantu (part.7)

Kepulangan Ibu mertua Ane ke Jawa timur cukup membuat istri ane agak terguncang. Baru saja sedikit lega bisa menikmati hidup dalam kenyamanan bersama Ibu, kini harus kehilangan lagi, meski hanya untuk sementara saja. Tapi Ane tahu, hal itu sangat berpengaruh pada ketegaran istri Ane.

Tak terasa dua tahun lebih lamanya, anak kami tumbuh menjadi anak yang sehat dengan kulit putih dan sorot mata tajam. Dia memiliki daya penglihatan 'lebih'. Ia sering mengerti apa yang sedang terjadi di hadapannya. Mungkin karena terbiasa melihat kerumunan hantu, si kecil jagoan kami menjadi peka pada barang-barang yang kasat mata.



Tempo hari istri Ane sempat bercerita, dia bersama anak kami, menyetrika pakaian di Kamar pembantu. Pada saat istri ane asyik menyetrika, anak ane jalan-jalan sendiri keluar masuk kamar, kadang jalan, kadang dia berlari-lari kecil. Mungkin sudah capek, anak ane masuk lagi menemani ibunya. "Capek ya Ma..?" Tanya sikecil. "Iya nak.." Istri Ane menjawab sambil lalu, sekenanya saja. Lalu Anak ane nyeletuk dengan berkata "Ma.. Mama.. kenapa nggak minta bantu mbak itu saja?" begitu celoteh sikecil dengan suara cadelnya, sambil tangannya menggelayut ke tubuh ibunya.
"Gimana?" Tanya istri Ane kurang faham. Anak ane lalu menunjuk ke tembok kamar sambil berkata "Itu Ma.. Kenapa nggak minta gosokin mbak itu saja?" Istri ane bergidik mendengarnya. Ia memandang ke arah depan tempat yang ditunjuk oleh anak kami. Bulu kuduknya semakin merinding, tapi ia tetap tabah.

Meskipun untuk hal-hal yang kasatmata ini istri ane kurang peka dan kadang tidak bisa merasakan kehadiran makhluk halus, tapi dia termasuk pemberani untuk ukuran keberanian seorang perempuan. Kadang-kadang kalau Ane sedang dihinggapi rasa takut yang sangat, justru istri Ane lah yang seakan lebih menjadi berani dari Ane. dia bisa menjadi seorang Hero bila teman di sampingnya berubah menjadi lemah.

Beberapa anak tetangga teman bermain anak kami, sering datang ke rumah. usia mereka sebaya dengan usia anak kami. Memang menginjak usia hampir empat tahunan ini si kecil sengaja kami ajarkan untuk bersosialisasi dengan orang lain, minimal dengan teman sebayanya. Tapi sayangnya setiap kali teman-temannya bermain ke rumah, salah satu dari mereka pasti ada yang ketakutan dan cepat-cepat menjauh pergi. Jawaban anak-anak kecil itu selalu dengan menirukan gerakan loncat-loncat kecil seperti gerakan vampir dalam film china. Ach, tidak. Lebih mirip gerakan pocongkkkkkkkkkkkkk yang meloncat-loncat kecil. Akhirnya istri Ane lah yang lebih sering mengantar bermain anaknya ke rumah tetangga, daripada mendapati hal kejadian yang aneh.

Suatu hari, Ane belikan dia mainan Kolam renang dari karet seperti yang banyak dijual di pinggir jalan. Ane bahagia sekali melihat anak ane gembira. Paling tidak, ibunya tidak lebih tegang lagi. Pernah di suatu kesempatan anak kami berenang sendiri di dalam kolam renang plastik itu. Tak lama anak kami bermain air, tiba-tiba anak Ane kelihatan sangat pucat dan suhu badannnya panas tinggi, bahkan lama-lama seperti membiru. Tiga hari anak kami diopname di Rumah sakit Simpangan Depok. Hampir setiap waktu anak kami berteriak meminta pulang, sementara obat-obat dari dokter yang diberikan tak kunjung menurunkan panas tubuhnya.


Sumber : KASKUS PIJAR88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar